(Hakim-Hakim 9:7-21; Mazmur 1:1-6; 1 Petrus 2:11-17; Matius 22:15-22 (TB 2))
Pemilu sebentar lagi kita ikuti. Bagaimana makin antusias atau makin malas mengikuti? Mari jujur.. Makin damai sejahtera di hati atau sebaliknya? Apa sudah mantab dengan pilihan kita? Ada yang antusias, tapi tidak sedikit yang makin malas. Ada yang tenang karena tidak mau pusing lihat berita, tapi pasti banyak dari kita yang resah. Ada yang sudah mantab tapi banyak juga pasti yang makin pusing dan bingung mau pilih yang mana. Mungkin pemilu kali ini rasanya adalah pemilu yang paling sulit dan paling rentan dalam sejarah Indonesia. Rentan akan perpecahan dan perseteruan.
Dari situasi ini apa sih yang harus kita lakukan? Dan hal positif apa yang bisa kita tarik dari situasi ini? Apa tugas Tuhan bagi kita di tahun politik ini?
Dalam bacaan kita di Matius 22:15-22 diceritakan Tuhan Yesus dijebak karena sikap kebencian dalam hati orang Farisi. Dalam alkitab kita dituliskan : 16 Mereka menyuruh murid-murid mereka (orang Farisi : perspektif agama) bersama-sama orang-orang Herodian (perspektif bangsa Yahudi) bertanya kepada-Nya : 17 Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?"
Ini adalah pertanyaan dilematis. Jika Yesus menjawab bahwa masyarakat harus membayar pajak, maka artinya Yesus setuju, berpihak pada pemerintah Romawi yang menjajah dan memungut pajak. Maka Yesus akan dianggap sebagai antek-antek romawi dan sah untuk dikucilkan dan disidang oleh masyarakat. (Seperti Zakheus, karena pekerjaannya sebagai pemungut cukai : penarik pajak Roma bagi masyarakat Yahudi, tak ada seorangpun yang mau singgah di rumahnya dan bergaul dengan dirinya.) à hukuman masyarakat menanti Yesus jika Ia menjawab masyarakat harus bayar pajak. Tetapi bila Yesus mengatakan : tidak perlu membayar pajak, maka ia dianggap melawan pemerintah penjajah dan tinggal dilaporkan saja untuk ditangkap karena tidak taat negara. Kedua jawaban itu bisa membawa Yesus kepada permasalahan.
Namun menarik, Yesus menjawab : "Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah." Yesus mengajarkan pada kita janganlah dikotomis memisahkan hidup bernegara dengan hidup beriman. Keduanya adalah jati diri kita. Hidup bernegara dan beriman pada Allah adalah satu kesatuan. Itulah spiritualitas politik : bahwa ambil bagian dalam hidup bernegara : membayar pajak, mengikuti pemilu, dll adalah wujud pengamalan agama kita, hormat kita pada Tuhan. Dari sini kita melihat beberapa poin penting yang bisa menjadi bekal bagi pemilu 2024 :
Terkait hal ini ada istilah “Vox Populi Vox Dei”, ini adalah ungkapan dalam bahasa Latin yang dapat diterjemahkan sebagai "suara rakyat adalah suara Tuhan." Jadi kita ini membawa suara Tuhan melalui hak pilih kita.
Dan belajar dari hal ini, sebagai gereja kita belajar : jangan mudah terbawa emosi dan terpecah belah bila ada masalah. Jangan mudah terprovokasi oleh berita kebencian di tengah keluarga/persekutuan gerejawi. Kita perlu menerapkan identitas kita sebagai Satu Tubuh Kristus, yang satu
Ia Datang Karena CInta | Yesaya 40:1-11; Mazmur 85:2-3,9-14; 2 Petrus 3:8-15; Markus 1:1-8
10 Desember 2023
Memurnikan Hati Menyambut Pengharapan | Yesaya 61:1-4, 8-11; Mazmur 126; 1 Tesalonika 5:16-24; Yohanes 1:6-8, 19-28
17 Desember 2023
Menanti dalam Ketaatan | 2 Samuel 7:1-11, 16; Lukas 1:46-55; Roma 16:25-27; Lukas 1:26-38
24 Desember 2023