Seorang Nikodemus tentu sudah berpikir dan menimbang segala hal secara mendalam sebelum akhirnya pada suatu malam ia pergi menjumpai Yesus, Rabi muda yang sangat popular dan disegani. Maklum Nikodemus sosok tokoh agama, anggota Majelis Tinggi Agama Yahudi Sanhedrin, dan seorang ahli Taurat. Sementara rekan-rekannya menghidari pertemuan pribadi dengan Yesus, terus berusaha mencari kesalahan-Nya untuk menjatuhkan-Nya, serta menyingkirkan-Nya, Ia justru pakai japri. Dia punya kesadaran yang perlu dia uji dengan bertemu Guru hebat ini. Dia singkirkan segala macam gengsi. Percakapan antara Nikodemus dengan Yesus tidak berlangsung berbelit-belit tetapi langsung tertuju pada hal-hal yang fundamental dari iman kepada Kristus. Hal-hal ini bertolak belakang dengan pemahaman mau pun penghayatan iman kepada Tuhan versi para pemimpin agama Yahudi, dan tentu saja, seluruh umat.
Pada bacaan injil kali ini Yesus secara lugas tanpa menjelek-jelekkan ajaran konvensiomal Yahudi langsung ke inti karya Allah di dalam diri-Nya. Berbeda dengan penghayatan beragama yang populer Yesus menegaskan ajaran yang Theosentris. Memang betul kelihatannya semua ritus dan kultus agamawi ditujukan kepada Tuhan (seperti kita juga menggunakan kata Ibadah atau Berbakti kepada Tuhan) tetapi pada hakikat-Nya bukan Tuhan tujuan utamanya. Tujuan akhirnya adalah diri sendiri dengan semua keinginan dan impiannya. Tujuan akhirnya adalah mendapatkan berkat material yang berlimpah untuk diri sendiri. Inilah sikap berdosa.
Tidak demikian dengan Tuhan. Dia mengesampingkan kenyataan bahwa karena dosa manusia punya nasib yang jelek dan celaka. Dia tidak pertama-tama mengajukan syarat dan ketentuan berlaku supaya manusia bisa pulih harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan. Yang pertama dilakukan-Nya adalah meluncurkan alasan utama Tindakan-Nya nanti yakni KASIH. Kasih yang agape yang tulus, tanpa pamrih dan setia berkorban (Yoh 15:13). Untuk apa? Supaya hidup manusia menjadi hidup yang berguna, bermartabat dan berguna (hidup yang kekal). HIDUP KEKAL ini sebagai lawan dari hidup dalam kegelapan. Inilah hidup THEOSENTRIS yang berlawanan dengan hidup berdosa yang EGOSENTRIS. Niat luhur ini tidak dibiarkan menjadi sebatas niat. Ia berprakarsa untuk mewujudnyatakannya melalui peristiwa Yesus Kristus. Ia menjadi konkret melalui pengorbanan Anak-Nya yang kekasih.
(disarikan dari Khotbah Pdt.Em.Samuel Santoso, 10 Maret 2024, oleh ss)
Ia Datang Karena CInta | Yesaya 40:1-11; Mazmur 85:2-3,9-14; 2 Petrus 3:8-15; Markus 1:1-8
10 Desember 2023
Memurnikan Hati Menyambut Pengharapan | Yesaya 61:1-4, 8-11; Mazmur 126; 1 Tesalonika 5:16-24; Yohanes 1:6-8, 19-28
17 Desember 2023
Menanti dalam Ketaatan | 2 Samuel 7:1-11, 16; Lukas 1:46-55; Roma 16:25-27; Lukas 1:26-38
24 Desember 2023