Minggu, 08 September 2024 | Kategori : Kebaktian Minggu
Dibaca : 138
Markus 7: 24-37 (TB2)
Kemajuan teknologi informasi masa kini memungkin setiap orang untuk bertukar informasi dengan cepat dan mudah. Siapapun kita bisa menuliskan informasi yang kita miliki kepada orang lain di berbagai tempat dalam hitungan menit atau bahkan detik.
Apa yang kita rasakan, apa yang kita makan, apa yang kita lihat, dengan begitu mudahnya kita bagikan kepada orang lain. Seringkali momen-momen kehidupan yang memorable tidak hanya kita nikmati sendiri, melainkan telah menjadi konsumsi publik tatkala kita membagikannya ke dalam status media sosial kita. Banyak platform media digital yang menyediakan kemudahan dalam kita berbagi foto, lokasi, situasi, bahkan perasaan yang sedang kita alami kepada orang lain yang sedang tidak bersama kita.
Tentu kita bersyukur dengan kemajuan teknologi informasi yang sedemikian pesat ini. Namun pertanyaannya, di tengah perkembangan teknologi informasi ini, apakah telah dibarengi dengan sikap diri yang bijak dan menimbang perasaan orang lain atau tidak? Bukankah harus kita akui bahwa sebagai para pengguna media sosial yang sedemikian canggih ini, terkadang kita justru menunjukkan sikap diri yang belum siap untuk memanfaatkannya dengan bijak? Terkadang dalam membagikan informasi tidak dibarengi dengan kepekaan hati terhadap sesama.
Misalnya: ketika kita membagikan informasi tentang kecelakaan. Terkadang kita menyajikan informasi dengan begitu vulgarnya dan tidak melalukan sensor untuk gambar-gambar yang layak tayang atau tidak. Karena ingin segera berbagi, maka kita mengunggah begitu saja foto korban yang sebenarnya tidak layak untuk konsumsi publik. Kita tidak pernah mempertimbangkan apa perasaan si korban atau keluarganya ketika melihat foto tersebut. Atau ketika kita berbagi informasi soal pengalaman buruk yang kita alami dalam kehidupan kita. Apakah kita telah mempertimbangkan perasaan orang lain yang terkait dengan permasalahan kita, misalnya dengan menyamarkan tempat atau nama pribadi, dsb. Bukankah terkadang justru kita memakai media sosial kita untuk menebarkan kebencian dan mengobarkan permusuhan terhadap orang yang sedang bermasalah dengan kita? Kalaupun kita hendak menjadikan itu sebagai pelajaran buat orang lain, setidaknya kita dapat memilih dan memilah kata dan kalimat sehingga informasi itu dapat tersaji dengan baik dan santun.
Melalui tema ibadah minggu ini: “Berselancar dengan Kepekaan Hati pada Sesama”, kita hendak diajak untuk merenungkan bagaimana cara agar kita dapat lebih peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain di tengah kehidupan kita saat ini. Kita diajak untuk belajar dari keteladanan Kristus sendiri yang dicatat dalam Markus 7: 24-37 Ada dua peristiwa yang dicatat dalam bagian Injil ini. Bagian pertama mengisahkan tentang perjumpaan Kristus dengan perempuan Siro-Fenesia yang anaknya sedang dirasuk setan, dan bagian kedua berbicara tentang karya Kristus kepada seorang pria yang tuli dan gagap di daerah Dekapolis
Belajar dari dua peristiwa yang dialami Kristus dalam pelayanan-Nya ini, kita diingatkan tentang dua hal:
Kiranya dalam mengarungi kehidupan yang semakin diwarnai dengan sikap indivualis ini, kita tetap dimampukan untuk menjadi manusia yang berselancar dalam kehidupan dengan kepekaan hati terhadap sesama kita, sehingga keberadaan dan kehadiran kita tetap menjadi berkat dan memberi dampak yang positif bagi orang lain yang ada di sekitar kita. Tuhan memberkati. Amin. (Pdt Y.W)
Ia Datang Karena CInta | Yesaya 40:1-11; Mazmur 85:2-3,9-14; 2 Petrus 3:8-15; Markus 1:1-8
10 Desember 2023
Memurnikan Hati Menyambut Pengharapan | Yesaya 61:1-4, 8-11; Mazmur 126; 1 Tesalonika 5:16-24; Yohanes 1:6-8, 19-28
17 Desember 2023
Menanti dalam Ketaatan | 2 Samuel 7:1-11, 16; Lukas 1:46-55; Roma 16:25-27; Lukas 1:26-38
24 Desember 2023