Kisah Para Rasul 4:32-35, Mazmur 133, 1 Yohanes 1:1-2:2, Yohanes 20:19-31(TB2)
Manusia adalah makhluk sosial yang mendambakan hubungan yang erat dan saling menguatkan. Konsep persekutuan yang dipulihkan menggemakan kerinduan terdalam manusia akan adanya keterhubungan yang erat dan saling menguatkan itu. Namun sayangnya, konsep persekutuan seringkali ternodai oleh keegoisan dan perbedaan, yang menimbulkan keterasingan dan perpecahan. Melalui lensa kitab suci, kita dapat menelusuri esensi persekutuan, harmoni yang rapuh, dan upaya untuk menyelaraskan berdasarkan teks Kisah Para Rasul 4:32-35, Mazmur 133, 1 Yohanes 1:1-2:2, dan Yohanes 20:19-31
Kisah Para Rasul 4:32-35 menggambarkan sebuah komunitas awal yang didorong oleh "hati dan jiwa yang sehati" (ayat 32). Hal ini menunjukkan bahwa persekutuan yang sejati tidak hanya didasarkan pada kedekatan fisik, tetapi juga pada kesatuan dalam pemikiran dan perasaan. Lebih lanjut, tindakan para murid yang rela berbagi kepemilikan (ayat 32-34) menunjukkan adanya sikap peduli dalam persekutuan. Mereka mengedepankan keadilan sosial, guna memastikan bahwa kebutuhan setiap individu terpenuhi. Solidaritas, empati, dan kerelaan saling berbagi dihidupkan untuk mendukung terwujudnya persekutuan yang baik.
Mazmur 133 melukiskan persekutuan yang rukun dengan metafora minyak wangi yang harum (ayat 2). Minyak ini mengalir dan menyatu, menandakan bahwa persekutuan yang baik ditandai dengan harmoni dan kesatuan antar anggotanya. Persekutuan yang rukun itu melampaui individualisme yang mengutamakan kepentingan sendiri. Hal ini selaras dengan konsep filosofis tentang "kebaikan bersama" di mana kebahagiaan dan kesejahteraan semua anggota menjadi tujuan utama dari persekutuan. Tujuan bahagia dan sejahtera ini akan tercapai bila setiap anggota komunitas berkontribusi demi kebaikan bersama.
1 Yohanes 1:1-2:2 menekankan pentingnya "hidup dalam terang" (ayat 5) dan "berjalan dalam kebenaran" (ayat 6) sebagai dasar persekutuan yang sejati. Konsep "kebenaran" ditempatkan sebagai perekat yang menyatukan individu dalam persekutuan. Lebih lanjut, Yohanes menekankan kasih sebagai buah dari kebenaran (ayat 7). Kasih merupakan elemen yang aktif dan dinamis dalam membangun persekutuan. Kasih ini didasarkan pada teladan Kristus dan menjadi perekat yang menyatukan komunitas.
Tindakan Yesus yang penuh kasih setelah kebangkitan-Nya, seperti mengucapkan salam damai dan memberikan Roh Kudus (Yohanes 20:19-22), dapat dipahami sebagai upaya untuk memulihkan kepercayaan dan persekutuan dengan para murid. Hal ini selaras dengan konsep "kepercayaan" yang ditempatkan sebagai landasan fundamental dalam membangun persekutuan. Kepercayaan tersebut tidak hanya ditujukan kepada individu lain, tetapi juga kepada nilai-nilai dan cita-cita bersama yang menjadi dasar persekutuan.
Refleksi dari keempat bacaan di atas menunjukkan bahwa konsep persekutuan (koinonia) dalam Kekristenan lebih dari sekadar kebersamaan. Konsep tersebut menyangkut soal hubungan yang intim dan transformatif yang dibentuk oleh kasih Allah dan karya Roh Kudus. Persekutuan yang demikian ini memang sebuah ideal, yang perlu terus diupayakan. Sebab dalam realitasnya, perbedaan pendapat, keegoisan, dan luka masa lalu dapat menjadi hambatan atau tantangan yang sering melemahkan dan merapuhkan persekutuan. Namun demikian, hambatan-tersebut dapat dikontrol atau diatasi gagasan tentang keadilan, kebenaran, kasih, solidaritas, dan kepercayaan dikedepankan. Upaya ini memang menuntut komitmen dan kesadaran untuk terus berdialog, saling memaafkan, dan membangun kembali kepercayaan; guna mencapai kebahagiaan bersama dalam sebuah persekutuan. (Pdt. TK)
Ia Datang Karena CInta | Yesaya 40:1-11; Mazmur 85:2-3,9-14; 2 Petrus 3:8-15; Markus 1:1-8
10 Desember 2023
Memurnikan Hati Menyambut Pengharapan | Yesaya 61:1-4, 8-11; Mazmur 126; 1 Tesalonika 5:16-24; Yohanes 1:6-8, 19-28
17 Desember 2023
Menanti dalam Ketaatan | 2 Samuel 7:1-11, 16; Lukas 1:46-55; Roma 16:25-27; Lukas 1:26-38
24 Desember 2023