Blog

MAKNA HIDUP YANG BERINTERGRITAS

Minggu, 07 September 2025 | Kategori : Kebaktian Minggu

Dibaca : 60

image blog

Daniel 1: 1 – 21 (TB2)

Narasi dalam Kitab Daniel patut kita pahami dalam konteks sejarah umat Israel; bahwa pada abad 2sM, pada masa raja Anthiokus III & raja Anthiokus IV Epifanes berkuasa atas umat Israel (kedua raja tersebut dari Kerajaan Syria-Yunani), mereka memaksakan praktik ibadah agamanya terhadap praktik ibadah umat Israel di Bait Suci (Yerusalem). Sebagian besar umat Israel menolak dan memberontak. Raja lalu memberlakukan pelbagai macam larangan, dan situasi menjadi mencekam. Agar sesama umat tetap bisa saling menguatkan iman di masa mencekam dimaksud, penulis kitab Daniel mendesain kisah Daniel yang berada di istana Babel (pada abad 6 sM) sebagai strategi untuk memberikan memotivasi sekaligus meneguhkan iman umat yang berada dalam tekanan situasi mencekam tersebut.

Nama Daniel sebagai seorang yang beriman teguh dan bijaksana, sengaja dihadirkan penulis untuk dijadikan teladan bagi umat Israel. Dalam dunia sastra Asia Barat Daya Kuno hingga Israel pada abad 2 sM, nama Daniel sebagai tokoh yang bijaksana sudah amat terkenal dan berasal dari kisah sebelum kitab Daniel ditulis, yaitu kisah Aqhat dari Ugarit (kota Pelabuhan kuno yang terletak di bagian utara Suriah). Dalam Bahasa Ugarit: dan’il artinya ”Allah Adalah hakimku” yang sama artinya dalam Bahasa Ibrani.

Dalam Daniel 1:1-21 kita membaca kisah bahwa orang-orang muda terbaik Israel keturunan raja Israel, dibawa ke pengasingan di Babel dan dipekerjakan pada istana raja Babel. Identitas mereka diganti dan mereka diperlakukan sebagaimana orang Babel yang bekerja untuk raja (1:4-7). Namun Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya (1:8), maka Allah mengaruniakan kepada Daniel kasih dan sayang dari pemimpin pegawai istana raja Babel (1:9). Bahkan selanjutnya karena keberanian Daniel berpegang pada ketetapan iman: bahwa ”hidup orang percaya bukan hanya karena makanan, karena Allah-lah pemelihara hidup orang beriman” (1:10-16) maka Allah mengaruniakan pada Daniel dan sahabat-sahabatnya hikmat dan kecerdasan (1:17-20).

Dalam rangka GKI membekali umat untuk memiliki wawasan kepemimpinan pada bulan September ini, melalui kisah Daniel ini saya dan saudara dapat belajar: bahwa bagi seorang pemimpin penting untuk memiliki satu dasar spritualitas yang mengakar kuat dalam relasi dengan Allah. Karena dari akar spiritualitas yang terikat kuat pada Allah inilah, seorang pemimpin seperti Daniel berani mengambil sikap dan siap menghadapi apapun potensi resiko yang mungkin terjadi. Akar spiritulitas yang kuat memampukan seorang pemimpin memiliki iman yang berani bersikap atas situasi dan berkata jujur dalam menempatkan prinsip iman yang menjadi dasar jatidirinya sehingga orang lain pada akhirnya melihat integritas hidup seorang pemimpin seperti Daniel ini untuk dijadikan contoh teladan yang baik yang patut ditiru oleh umat. (Pdt. RGS)


Blog Terkait